Arief Rohman Sampaikan Usulan Terkait DBH Migas untuk Blora dalam Forum SKK Migas

Arief Rohman Sampaikan Usulan Terkait DBH Migas untuk Blora dalam Forum SKK Migas


Arief Rohman Sampaikan Usulan Terkait DBH Migas untuk Blora dalam Forum SKK Migas

Posted: 27 Apr 2021 09:14 AM PDT

Arief Rohman Sampaikan Usulan Terkait DBH Migas untuk Blora dalam Forum SKK Migas.lelemuku.com.jpg
BLORA, LELEMUKU.COM - Bupati Blora H.Arief Rohman, S.IP.,M.Si dan Wakil Bupati Blora Tri Yuli Setyowati, ST, MM, mengikuti webinar Forum Kehumasan Industri Hulu Migas, SKK Migas wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara (FKIHM Jabanusa) yang mengusung tema Memahami Dinamika Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, melalui zoom meeting dari Ruang Rapat Bupati, Selasa  (20/4/2021) siang.

Kegiatan Webinar tersebut menghadirkan narasumber dari Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, Dirjen Perimbangan Keuangan, Astera Primanto Bhakti, Kepala SKK Migas Dwi Sucipto, Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Rudi Satwiko, Deputi keuangan SKK Migas Arif Handoko, Kepala Subdirektorat Penerimaan Negara dan Pengelolaan PNBP Migas Kementerian ESDM, Heru Windiarto.

Di hadapan para narasumber dan peserta secara virtual, Bupati Blora menyampaikan aspirasi sekaligus masukan kepada Komisi VII DPR RI, SKK Migas dan Dirjen terkait.

"Bahwasanya Blora ini adalah salah satu kabupaten penghasil Migas, dan di Blora ini ada wilayah kerja penambangannya masuk Blok Cepu, tapi memang kita sumurnya tidak ada di Blora, namun di Bojonegoro," ucapnya.

Meski demikian, dikarenakan regulasi yang ada saat ini, Kabupaten Blora tidak memperoleh DBH dari sektor Migas, khususnya minyak bumi.

"Aspirasi dari kami bahwasanya kabupaten terdampak, kalau bisa kami dimasukan karena di Blok Cepu ini kita zero tidak dapat DBH nya hanya karena beda provinsi dengan Kabupaten lokasi sumur,padahal kita bertetangga dan ikut masuk wilayah kerja pertambangan," jelasnya.

"Jadi mohon berkenan apabila ada perubahan undang-undang keuangan pusat daerah kaitannya dengan amanat UU Cipta Kerja mohon kami aspirasi masyarakat kami. Karena kami terdampak langsung, " lanjutnya.

Dikatakan Bupati, bila dibandingkan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa timur, seperti Banyuwangi ini memperoleh dari Blok Cepu DBH sebanyak Rp81 Miliar.

"Tapi Blora terus terang nol, kita ingin agar ada asas keadilan juga, karena wilayah kami ini juga masuk WKP Blok Cepu tapi kita tidak mendapatkan DBH," ungkap Arief.

Arief Rohman mengungkapkan, bahwa Kabupaten Blora memiliki potensi di sektor Migas dan sumber daya lainnya, seperti halnya kayu. Namun, saat ini angka kemiskinan masih tinggi dan masuk zona merah di Jawa Tengah, termasuk kondisi infrastruktur jalan yang rusak hampir 77 persen.

"Ironis sekali, ketimpangan dalam kemiskinan dan sebagainya ini kita alami di Blora" tambahnya.

Bupati turut menyampaikan usulan terkait sumur minyak yang sudah tidak diolah oleh Exxon untuk dikembalikan dan dikelola Pertamina, supaya sejalan dengan target pemerintah.

"Kalau memang yang masuk WKP Blok Cepu ada beberapa sumur yang tidak diolah Exxon, sebaiknya bisa dikembalikan ke Pertamina untuk dikelola oleh K3S dalam rangka mendukung target Pemerintah dalam rangka untuk eksplorasi 1 juta barrel. Dan kami mohon waktu kepada SKK Migas untuk kita memaparkan apa yang ada di Blora ini" paparnya.

Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan, mengungkapkan terkait rincian DBH untuk sektor Migas, khususnya untuk minyak bumi diatur berdasarkan pada UU No 33 Tahun 2004.

"Presentasenya untuk pusat 84,5 persen, provinsi 3,1 persen kab/kota penghasil itu 6,2 persen dan pemerataan untuk kab/kota yang lain itu 6,2 persen. Jadi nanti sisanya dibagi ke daerah-daerah yang lain" jelasnya.

Sedangkan Ketua Komisi VII DPR RI mengungkapkan sering terjadi keluhan daerah terkait dengan DBH Migas. Ia pun menggarisbawahi dua poin yang sering disampaikan daerah terkait DBH.

"Pertama, menyangkut besar kecilnya DBH dan yang kedua tentang kelancaran DBH tersebut sampai daerah sesuai dengan tahun anggaran," ungkapnya.

Sugeng Suparwoto pada kesempatan tersebut turut menanggapi masukan dari Bupati Blora terkait kondisi yang ada di Kabupaten Blora dan kaitannya dengan DBH.

Guna menindaklanjuti hal tersebut, Bupati Blora berencana akan mengirim surat resmi dan mengajukan audiensi ke kementerian terkait.

"Tadi saya WA sama Pak Ketua Komisi VII, Beliau menyampaikan siap untuk mengawal permohonan kita. Oleh karena itu, kita pertama kirim surat untuk itu tadi, sama permohonan audiensi dengan Kementerian ESDM. Kita tetap perlu, rasa optimisme ini tetap kita harus ada. Kalau perlu nanti dibentuk tim untuk DBH ini," jelasnya.

Turut hadir pada kesempatan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Blora, Sekda Blora, Asisten I, II, III Sekda Blora, Staf Khusus, Kepala OPD terkait, Bagian Perekonomian Setda. (diskominfoblora)

Arifin Tasrif Sebut Minyak di Lapangan Banyu Urip Capai 30 Persen Produksi Nasional

Posted: 27 Apr 2021 09:12 AM PDT

Arifin Tasrif Sebut Minyak di Lapangan Banyu Urip Capai 30 Persen Produksi Nasional.lelemuku.com.jpg

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengapresiasi produksi minyak Blok Cepu tahun 2020 mencapai 210 mbopd atau setara dengan 30% produksi minyak nasional. Dengan produksi sebesar itu, maka Blok Cepu menempatkan diri menjadi produsen minyak nasional terbesar di Indonesia. Blok Cepu akan menyumbangkan pendapatan kepada Negara sekitar USD 45 Miliar di harga minyak sekitar USD70/barrel selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama.

"Capaian produksi minyak Lapangan Banyu Urip merupakan prestasi yang membanggakan yang bisa meningkatkan kapasitas produksi hingga 20% dengan fasilitas yang ada dan bisa dilakukan dengan aman," ujar Menteri Arifin saat melakukan kunjungan kerja ke Lapangan Minyak Banyu Urip, Blok Cepu dan Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru hari ini, Kamis (22/4).

Produksi awal lapangan Banyu Urip dimulai pada Desember 2008 melalui fasilitas produksi awal yang mulai berproduksi dengan kapasitas 20 mbopd pada Agustus 2009. Melalui inovasi dan keunggulan dari manajemen proyek, produksi meningkat menjadi lebih dari 80 mbopd pada saat dimulainya start-up di tahun 2015. Pada produksi puncaknya, Banyu Urip memproduksi sebanyak 165 mbopd dan terus berkembang hingga mencapai 235 mbopd dengan tetap mempertahankan operasi yang aman dan andal sehingga menempatkannya menjadi produsen minyak terbesar di Indonesia.

Biaya pengembangan Blok Cepu terbilang murah, yaitu USD4,5/barrel, jika dibandingkan rata-rata industri sebesar USD15/barrel. Biaya produksi di sekitar USD2,9/barrel pada tahun 2019 dan sekitar USD1,9/barrel pada tahun 2020, termasuk salah satu biaya terendah di Indonesia.

Fasilitas lapangan Banyu Urip saat ini meliputi 3 wellpad dengan 29 sumur produksi dan 16 sumur injeksi dan 1 sumur produksi di lapangan Kedung Keris terhubung ke wellpad.

Lapangan Minyak Banyu Urip merupakan pengembangan pertama di dalam wilayah kerja Blok Cepu dan mencakup pengembangan lapangan minyak Banyu Urip, dengan penemuan cadangan minyak mentah yang diperkirakan sebanyak 450 juta barel yang diumumkan pada April 2001 dan saat ini Estimated Ultimate Recovery (EUR) Banyu Urip sudah melebihi dua kali lipat dari POD original (450 mbo) menjadi 940 mbo.

Kontrak Kerja Sama (KKS) Cepu ditandatangani pada 17 September 2005, mencakup wilayah kontrak Cepu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Ampolex Cepu Pte Ltd., PT Pertamina EP Cepu dan empat Badan Usaha Milik Daerah: PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora) dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur) yang tergabung menjadi kontraktor di bawah KKS Cepu.

ExxonMobil memegang 45% dari total saham partisipasi Blok Cepu sisanya PEPC 45% dan BUMD 10%. KKS Cepu ini akan berlanjut hingga 2035. Sebuah Perjanjian Operasi Bersama atau Joint Operating Agreement (JOA) telah ditandatangani oleh pihak-pihak kontraktor, dimana ExxonMobil berperan sebagai operator dari KKS Cepu mewakili para Kontraktor.

Selain mengapresiasi produksi Lapangan Banyu Urip Blok Cepu, Menteri Arifin juga menjelaskan keterlambatan target penyelesaian Proyek Gas Processing Facility (GPF) Jambaran Tiung Biru (JTB) yang menurut Menteri diakibatkan adanya pandemi Covid-19.

"Karena Covid, proyek JTB ada keterlambatan dan kita sudah minta kepada pihak manajemen untuk bisa mengejar kembali keterlambatan yang ada sehingga dapat menghasilkan gas pada akhir tahun," jelas Arifin. (KESDM)